Hukum Menikahi Sepupu Menurut Agama Islam, Lebaran adalah salah satu perayaan penting bagi masyarakat Indonesia yang merayakan Hari Raya Idul Fitri, yang jatuh pada tanggal 1 Syawal pada kalender Hijriyah setelah sebulan berpuasa di bulan Ramadan. Lebaran adalah momen penting untuk berkumpul bersama keluarga dan teman-teman, memaafkan kesalahan satu sama lain, dan mempererat hubungan silaturrahmi.
Beberapa tradisi Lebaran yang umum dilakukan di Indonesia antara lain adalah:
- Mudik: Aktivitas mudik adalah tradisi yang dilakukan oleh banyak orang untuk pulang ke kampung halaman dan bertemu dengan keluarga besar. Mudik biasanya dilakukan dengan naik kendaraan pribadi atau transportasi umum seperti kereta api atau bus.
- Bermaaf-maafan: Memaafkan kesalahan satu sama lain adalah bagian penting dari tradisi Lebaran di Indonesia. Saat berkumpul dengan keluarga dan teman-teman, biasanya diawali dengan saling meminta maaf dan memaafkan.
- Takbiran: Takbiran adalah kegiatan bersama yang dilakukan pada malam hari menjelang Lebaran, di mana masyarakat berkumpul di masjid atau lapangan untuk mengumandangkan takbir.
- Berbelanja: Sebelum Lebaran, masyarakat Indonesia biasanya melakukan pembelian baju baru, makanan, dan pernak-pernik lainnya untuk memeriahkan perayaan.
- Makanan khas Lebaran: Ada banyak makanan khas Lebaran di Indonesia, seperti ketupat, opor ayam, rendang, dan kue-kue kering. Makanan ini biasanya disajikan saat berkumpul dengan keluarga dan teman-teman.
Ketika lebaran, semua kerabat berkumpul dikampung biasanya di rumah nenek ataupun kakek, kerap kali mereka bertemu dengan saudara mereka seperti sepupu dan kerap timbul pertanyaan bagaimana Hukum Menikahi Sepupu
Bagaimana Hukum Menikahi Sepupu Menurut Agama Islam
Menjalin hubungan berpasangan adalah fitrah alami bagi semua makhluk hidup, terutama bagi manusia sebagai khalifah di bumi ini, guna mempertahankan kepemimpinannya. Al-Qur’an telah menegaskan bahwa Allah SWT menciptakan semua makhluk hidup berpasang-pasangan, dan dengan demikian kita dianjurkan untuk menikah dan memiliki pasangan hidup.
Meski demikian, kita tidak bebas untuk menikah dengan siapa saja. Kita harus memperhatikan aturan-aturan yang berlaku, baik yang terdapat dalam agama maupun yang berasal dari sumber lainnya. Laki-laki dilarang menikahi wanita yang memiliki hubungan kekerabatan mahrom (perempuan yang tidak boleh dinikah), seperti ibu, anak perempuan, saudara perempuan, keponakan perempuan (anak perempuan dari saudara laki-laki atau saudara perempuan), serta bibi dari ayah dan bibi dari ibu. Ketentuan ini tertulis dalam Al-Qur’an Surat an-Nisa ayat 23
Yang Artinya: “Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu, anak-anakmu yang perempuan, saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara bapakmu yang perempuan, saudara-saudara ibumu yang perempuan, anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan, ibu-ibumu yang menyusui kamu, saudara perempuan seper susuan, ibu-ibu istrimu (mertua), anak-anak istrimu yang dalam pemeliharaanmu dari istri yang kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan istrimu itu (dan sudah kamu ceraikan), maka tidak berdosa kamu mengawininya, (diharamkan bagimu) istri-istri anak kandungmu (menantu), dan menghimpunkan (dalam perkawinan) dua permpuan bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. An-Nisa: 23)
Sebaliknya, perempuan dilarang menikahi ayah, anak laki-laki, saudara laki-laki, dan sebagainya. Ada beberapa jenis hubungan kekerabatan yang membuat perempuan tidak boleh dinikahi, seperti istri ayah, istri anak laki-laki, ibu dari istri (mertua), dan anak perempuan dari istri (anak tiri). Selain itu, ada juga jenis hubungan susuan yang membuat perempuan haram dinikahi, seperti ibu susuan, saudara perempuan susuan, anak perempuan saudara laki-laki susuan, anak perempuan saudara perempuan susuan, bibi susuan (saudara susuan ayah), saudara susuan ibu, dan anak perempuan susuan (anak yang disusui oleh istri).
Kesimpulannya, jika seseorang menikah dengan perempuan yang menjadi mahram baginya, maka pernikahan tersebut akan batal. Bahkan, jika pernikahan tetap dilanjutkan, dapat mengakibatkan beberapa kemungkinan yang lebih berat.
Dikutip dari NU Online, mahram adalah perempuan yang tidak boleh dinikahi karena beberapa alasan tertentu. Ada dua jenis mahram, yaitu hurmah mu’abbadah (dilarang selamanya) dan hurmah mu’aqqatah (dilarang untuk sementara waktu).
Dalam Alquran surat An-Nisa ayat 23, seorang laki-laki diharamkan menikahi wanita yang termasuk mahramnya. Untuk itu jika menikah dengan saudara sepupu tidak termasuk di dalamnya, artinya boleh.
Manfaat Menikahi Sepupu
Dilansir dari Liputan6.com Hubungan antara saudara sepupu sering menjadi kontroversi dan dihindari dalam dunia kedokteran karena efek negatif yang mungkin terjadi pada anak pasangan tersebut di masa depan.
Namun, sebuah studi baru-baru ini dari University of Pennsylvania AS menemukan hasil yang berbeda. Studi ini, yang diterbitkan dalam jurnal Nature, menunjukkan bahwa pernikahan antara saudara sepupu dapat memberikan perlindungan terhadap penyakit jantung.
Penelitian ini dilakukan pada sebuah desa nelayan kecil di pesisir Pakistan, di mana pernikahan antara saudara sepupu adalah hal yang normal. Para peneliti menemukan bahwa kelompok orang di desa ini kehilangan gen APOC3, yang membantu pengaturan metabolisme dan lipoprotein yang berkaitan dengan penyakit jantung
Hal Buruk Yang Bisa Terjadi Jika Menikahi Sepupu
Dilansir dari IDNtimes.com inilah beberapa resiko yang bisa terjadi :
- Pernikahan antara sepupu meningkatkan risiko kelainan genetik pada keturunan. Risiko ini bisa meningkat hingga 13 kali lipat, karena pasangan sepupu terutama yang hubungannya cukup dekat memiliki kekurangan dan kelebihan genetik yang mirip.
- Risiko kelainan genetik terjadi saat unsur genetik orang tua memiliki banyak kemiripan. Anak dari pernikahan sepupu memiliki 12,5 persen DNA yang sama dengan kita. Dalam beberapa kasus, anak dari pernikahan sepupu bisa mengalami kecacatan lahir.
- Pernikahan sepupu dapat meningkatkan potensi penurunan penyakit genetik dari keluarga, seperti thalasemia, hidrosefalus, kerdil, organ menyatu, cystic fibrosis, dan albino. Ada tiga kemungkinan, yaitu anak akan mengidap penyakit tersebut (25 persen), menjadi carrier penyakit (50 persen), atau anak sehat dan tidak menjadi carrier penyakit (25 persen).
- Pernikahan dengan sepupu juga bisa meningkatkan risiko masalah dalam melahirkan, seperti yang dihadapi oleh ibu yang melahirkan di usia 40-an.
- Pernikahan sepupu juga bisa meningkatkan risiko kematian bayi sebesar 4,4 persen.
Menikahi Kerabat Dekat Menurut Beberapa Ulama
Dilansir dari NUonline.com Imam Al-Ghazali menulis mengenai adab-adab perkawinan dalam kitabnya Ihya’ Ulumiddin. Dalam adab kedelapan, beliau menyarankan agar lelaki yang akan menikah memilih calon istri yang bukan kerabat dekat. Menurutnya, menikahi kerabat dekat dapat meminimalisir syahwat. Pendapat beliau ini didukung oleh hadits Nabi saw.
Artinya, “Janganlah kalian menikahi kerabat dekat, karena anak akan tercipta (terlahir) dalam kondisi lemah (kurus kerempeng).”
Menurut Imam Al-Ghazali, anak yang lahir dari pasangan kerabat dekat akan memiliki kelemahan karena kurangnya syahwat biologis orang tuanya, syahwat biologis yang kuat akan terpicu oleh pengaruh indera penglihatan dan sentuhan yang hanya akan diperoleh dari melihat dan menyentuh hal-hal yang asing dan baru. (Abu Hamid Muhammad bin Muhammad Al-Ghazali, Ihya’ Ulumiddin, [Beirut, Darul Ma’rifah], juz II halaman 41).
Menurut Al-Bujairami, tidak diperbolehkan menikahi kerabat dekat karena umumnya anak yang dilahirkan dari pasangan seperti itu akan menjadi anak yang bodoh atau memiliki kemampuan berpikir yang rendah. Hal ini dianggap sebagai tindakan yang tidak dianjurkan (dalam taraf makruh) dalam hukum agama.
Anjuran untuk tidak menikahi kerabat dekat dari Imam Al-Ghazali sejalan dengan pandangan Imam As-Syafi’i yang dikutip oleh Al-Khatib as-Syirbini yang artinya, “Sungguh Imam As-Syafi’i menyatakan secara terang-terangan bahwa bagi calon suami disunahkan tidak menikahi kerabat(dekat)nya.”
Tidak dapat dipungkiri bahwa anjuran untuk tidak menikahi kerabat dekat sudah lama ada dalam Islam. Hal ini juga diperkuat oleh pandangan Imam Al-Ghazali yang diambil dari Imam As-Syafi’i. Meskipun demikian, terdapat pernikahan yang dilakukan oleh Nabi Muhammad saw dengan sepupunya, yaitu Zainab binti Jahsy yang merupakan anak saudara ayahnya, Umaimah binti Abdul Muthalib. Meskipun pernikahan ini memang kontroversial, namun tidak menimbulkan masalah besar karena justru bertujuan untuk menjelaskan kebolehannya. Oleh karena itu, pernikahan Nabi dan Zainab tidak dapat dijadikan alasan untuk menyalahi anjuran dari Imam Al-Ghazali dan Imam As-Syafi’i untuk tidak menikahi kerabat dekat.
Hal yang sama juga berlaku pada pernikahan Sayyidina Ali bin Abi Thalib dengan Sayyidah Fatimah. Meskipun keduanya termasuk saudara jauh, pernikahan ini tidak menjadi masalah karena selain untuk menjelaskan kebolehannya, Sayyidah Fatimah juga merupakan putri Rasulullah saw yang merupakan paman Sayyidina.(Al-Khatib As-Syirbini, Mugnil Muhtaj, [Beirut, Dar Kutub Ilmiyah: 1415 H], juz IV, halaman 208)
Menurut penjelasan Sayyid Bakri Syatha, “kerabat dekat” yang dimaksud adalah wanita yang masih berada dalam derajat atau urutan pertama jalur paman dan bibi dari ayah atau ibu. Contohnya adalah anak perempuan paman dari jalur ayah, anak perempuan paman dari jalur ibu, anak perempuan bibi dari jalur ayah, dan anak perempuan bibi dari jalur ibu. Hal ini ditegaskan dalam perkataan penulis kitab Fathul Mu’in yang menyebutkan, “saudara dekat adalah wanita yang masih dalam derajat pertama jalur paman dan bibi dari ayah dan ibu.”
Di Indonesia hubungan kekerabatan seperti itu lazim dikenal dengan istilah adik atau kakak sepupu. Adapun saudara perempuan jauh adalah perempuan yang tidak pada derajat atau urutan pertama. Semisal cucu perempuan paman atau bibi dari jalur ayah, dan cucu perempuan paman atau bibi dari jalur ibu. Wallahu a’lam. (Abu Bakar Utsman bin Muhammad Syatha, I’anatut Thalibin, [Bairut, Dar-Fikr: 1418 H], jus 3 halaman 313).
Dalam artikel ini, kita telah membahas beberapa tradisi Lebaran yang umum dilakukan di Indonesia, seperti mudik, bermaaf-maafan, takbiran, berbelanja, dan makanan khas Lebaran. Selain itu, kita juga telah membahas hukum menikahi sepupu menurut agama Islam. Dalam Islam, dilarang bagi laki-laki untuk menikahi wanita yang memiliki hubungan kekerabatan mahrom, seperti saudara perempuan, keponakan perempuan, bibi dari ayah dan ibu, dan lain sebagainya. Demikian juga, perempuan dilarang menikahi ayah, anak laki-laki, saudara laki-laki, dan sebagainya. Sebagai umat Islam, kita harus mematuhi aturan-aturan yang telah ditetapkan oleh agama dan selalu mempererat hubungan silaturrahmi dengan keluarga dan teman-teman, terutama saat perayaan Lebaran. Selamat Hari Raya Idul Fitri!
Wallahu a’lam