Menggali Filosofi di Balik Tindakan Mengalah: Kelebihan dan Hakikatnya – Filosofi hidup seringkali menjadi sumber kebijaksanaan dan pandangan mendalam tentang berbagai aspek kehidupan. Dalam suatu sesi ngaji filsafat yang disampaikan oleh Dr. Fahruddin Faiz dengan judul “Jangan Dikira Orang Ngalah Itu Lemah,” beliau membahas aspek filosofis dari tindakan mengalah dalam kehidupan.
Dalam awal sesi ngaji, Dr. Fahruddin menyebutkan bahwa mengalah bukanlah tanda kelemahan, melainkan sebuah bentuk pertarungan melawan ego diri sendiri. Manusia, menurutnya, secara alamiah memiliki tuntutan egois yang menginginkan kesuksesan, pencapaian, dan kepuasan diri. Namun, kemampuan untuk mengalah membutuhkan kekuatan batin yang besar, karena mengalah sejatinya adalah proses mengatasi ego yang mendominasi.
Salah satu hakikat dari mengalah adalah kemampuan untuk mengendalikan ego. Dr. Fahruddin menyebut bahwa melampiaskan keinginan egois lebih mudah daripada mengendalikannya. Proses menyapih ego, atau “ngerim ego,” menjadi tantangan tersendiri. Ia mengilustrasikan bahwa mengendarai ego mungkin menjadi perjuangan untuk sukses, tetapi mengendalikan ego setelah sukses merupakan tantangan yang lebih berat.
Terkait dengan kekuatan kontrol diri, Dr. Fahruddin menegaskan bahwa orang yang mengalah bukanlah orang yang lemah. Sebaliknya, mereka yang mampu mengalah menunjukkan kekuatan batin yang luar biasa. Mengalah bukanlah tanda kekalahan, tetapi suatu bentuk pengorbanan kemenangan untuk kebahagiaan orang lain. Orang yang mengalah mempersembahkan kemenangan kepada yang lain tanpa pura-pura atau pamrih.
Namun, dalam proses mengalah, Dr. Fahruddin juga menyoroti bahwa ada jenis mengalah yang masih terikat oleh tuntutan egois. Orang mungkin mengalah dengan alasan tertentu, tetapi jika masih ada penyesalan atau pamrih di dalamnya, itu belum dapat disebut sebagai mengalah yang sejati.
Dalam konteks kehidupan sehari-hari, mengalah juga terkait dengan kemampuan untuk tidak terlalu terikat pada hal-hal duniawi. Orang yang sulit mengalah cenderung memiliki banyak keterikatan pada materi, prestasi, atau hubungan. Hakikat sejati dari mengalah adalah ketidakterikatan, di mana seseorang dapat melepas sesuatu yang dianggap berharga demi keharmonisan dan keseimbangan hidup.
Dalam menyimpulkan, sesi ngaji filsafat ini mengajak untuk memahami bahwa mengalah bukanlah bentuk kelemahan, melainkan sebuah tindakan berani yang membutuhkan kekuatan batin dan kontrol diri yang tinggi. Hakikat sejati dari mengalah adalah ketidakterikatan, kesediaan untuk melepas ego dan keterikatan pada hal-hal duniawi demi mencapai harmoni dalam kehidupan. Dengan demikian, mengalah menjadi bukti kekuatan batin yang luar biasa dalam menghadapi berbagai dinamika kehidupan.
Dalam melanjutkan pemahaman tentang filosofi mengalah, Dr. Fahruddin Faiz menyampaikan bahwa kemampuan untuk mengalah tidak hanya melibatkan kekuatan batin, tetapi juga kebijaksanaan untuk menilai batas-batas kehidupan. Ia menggarisbawahi pentingnya mengendalikan nafsu dan hasrat, karena ketidakmampuan untuk mengendalikan hal tersebut dapat membawa dampak negatif pada kehidupan.
Mengalah juga berkaitan erat dengan konsep keseimbangan. Dr. Fahruddin Faiz membandingkannya dengan mengemudi mobil yang memerlukan keseimbangan antara gas dan rem. Bagaimana kita mengatur dan mengimbangi keinginan serta tuntutan ego dengan bijak menentukan sejauh mana kita dapat mengendalikan arah hidup.
Dalam perjalanan hidup, ada momen-momen di mana mengalah menjadi keputusan yang bijaksana. Dr. Fahruddin menyebutkan bahwa kekuatan sejati dalam mengalah adalah ketika seseorang tidak lagi tergoda atau terikat oleh godaan-godaan duniawi. Ini menciptakan kebebasan batin yang memungkinkan seseorang hidup dengan tenang, tanpa beban berlebihan yang dibawa oleh keinginan duniawi.
Dalam konteks sosial, Dr. Fahruddin juga mengajak untuk memahami bahwa mengalah bukanlah tanda kelemahan dalam dinamika hubungan antarindividu. Menyerahkan kemenangan kepada yang lain bisa menjadi wujud kekuatan yang sejati, di mana seseorang mampu melepaskan ambisi diri demi kebahagiaan bersama.
Penting untuk diingat bahwa konsep mengalah tidak bermakna mengalah pada segala hal atau merelakan hak-hak yang seharusnya kita pertahankan. Dr. Fahruddin Faiz mengingatkan agar kita tetap bijak dalam memilih saat-saat yang tepat untuk mengalah, mengendalikan ego, dan tidak terjerat oleh keinginan duniawi yang sementara.
Dalam perjalanan spiritual, mengalah juga dikaitkan dengan ketidakterikatan pada hal-hal yang belum atau tidak kita miliki. Menunggu dengan sabar tanpa kegelisahan terhadap masa depan, seperti yang diilustrasikan dalam peribahasa Jawa yang disampaikan, merupakan bentuk kebijaksanaan dan ketidakterikatan yang mendalam.
Dengan demikian, melalui pemahaman filosofi mengalah yang disampaikan oleh Dr. Fahruddin Faiz, kita diingatkan untuk mengembangkan kekuatan batin, menjaga keseimbangan hidup, dan memilih dengan bijak kapan kita perlu mengalah. Hakikat sejati dari mengalah bukanlah kelemahan, melainkan sebuah manifestasi dari kebijaksanaan dan kekuatan batin yang mendalam dalam menghadapi dinamika kehidupan.