Senin 16 Januari adalah hari dimana semua siswa dan guru mempersiapkan sebuah event peringatan ulang tahun sekolah SMK kami.
Setelah sekian lama berdiri, tibalah di usia yang ke 13 tahun, bukan waktu yang sebentar.
Senin kemarin, kebetulan bukan waktu saya di SMK, jadwal saya di MI. Namun mengingat akan ada acara, saya mencoba menyempatkan waktu untuk melihat persiapan sejauh mana acara besok dipersiapkan.
Selain itu, mendekati asar saya dan teman-teman ekskul hadroh juga akan Gladi Bersih untuk tampil di acara besok.
Sesuai rencana kami mengadakan gladi di jam 15.00 tepat sampai azan asar berkumandang.
Terlihat anak-anak sudah semakin baik dalam memainkan alat Hadroh, terutama vocal juga sudah mulai terdengar suaranya.
Sembari gladi, beberapa siswa dari osis sibuk menyiapkan acara yang akan berlangsung di ke-esokan hari. Namun dalam persiapan itu, telinga saya sangat terganggu dengan ucapan beberapa siswa anggota osis namun mengeluarkan omongan ” Sudah ya pak, mau pulang, ini pulangnya kapan pak? ” ucapan seperti ini seringkali terdengar. Entah itu di ucapkan kepada saya atau kepada guru yang lain.
Saya merasa ini bukan hal yang baik, jam masih menunjukkan pukul 13.00 persiapan belum selesai sudah mengeluhkan pulang. Dan lebih parahnya banyak juga anggota osis yang tidak ikut terlibat. Hal ini tidak hanya terjadi di smk kami, di beberapa sekolah juga mengalami hal yang sama.
Yang menjadi pertanyaan saya, mereka itu mau ngapain pulang? Beberapa siswa saya tanyakan katanya cape, alasan yang klasik sekali.
Mereka seharusnya bisa memanfaatkan momen yang ada saat ini untuk belajar mempelajari banyak hal tentang persiapan sebuah acara, bukan hanya menikmati. Jika hanya menikmati mau sampai kapan jadi penikmat dan tidak bisa mendapatkan hasil dari sesuatu yang telah dinikmati.
Sebuah pembelajaran seperti ini tidak mungkin ada di manapun tempat kalo tidak di sekolah ataupun pesantren ataupun wadah organisasi yang lain.
Sekalipun ini acara yang bisa dikatakan osis yang menyiapkan, seharusnya ini bisa dimanfaatkan dengan maksimal untuk belajar membuat event yang besar.
Seharusnya di umur yang sekarang siswa bisa memanfaatkannya sebelum pada akhirnya nanti mereka harus terjun di dunia kerja ataupun masyarakat.
Hal ini sangat memprihatinkan dalam pandangan saya, karena dulu ketika saya masih menjadi siswa yang tergabung dalam kepengurusan osis, dalam setiap momen selalu saya dan teman-teman lainnya berusaha menyiapkan acara sebaik mungkin dan semeriah munkin.
Bahkan pulang pagi sebelum acara di mulai itu sudah biasa waktu osis angkatan kami. Persiapan yang matang dan dekorasi panggung yang wah selalu menjadi hal yang di prioritaskan.
Angkatan kami selalu di banding bandingkan dengan ankatan dulu, hal itulah yang membuat hati kami dan teman-teman terus bergerak supaya tidak mengecewakan mereka yang telah mempercayai kami.
Dan diluar ekspektasi, hasil yang didapat bisa lebih baik daripada yang dulu.
Selalu saya tekankan ” Ayo buatlah tinggalan yang baik bagi adik-adik kelas kalian, supaya nantinya kalian mendapatkan amal jariah yang baik dan bukan meninggalkan amal yang buruk bagi adik-adik kelas kalian ”
Waktu pun semakin sore, dan tinggal kami berempat, saya, satu guru perempuan dan dua siswa, satu laki-laki dan satu perempuan.
” Apa yang jadi masalah kamu dalam mengurus organisasi ini? ”
” Ayo cerita saja, jangan malu-malu”
Ucap salah satu guru.
” Ceritakan saja, nggak ada yang perlu di tutupi, ini udah agak kacau sebenarnya, kamu udah pernah belum ngomongin temen-temen anggota kamu? ”
Ucap saya.
Semua pertanyaan itu di tunjukkan kepada siswa laki-laki tersebut.
” Kamu jadi leader, seharusnya harus punya jiwa kepimimpinan yang kuat, bisa memotivasi teman-teman, jangan pernah malu mengulang kata-kata yang sudah sering di ucapkan selagi itu untuk kebaikan ” lanjut dari ucapan saya.
Dengan penuh nada yang hati-hati sedikit demi sedikit ia sampaikan keluhan yang ia rasakan.
Dari sekian banyak keluhan, ia merasa bahwa dia tidak berani membentak beberapa anggotanya karena beberapa anggotanya adalah bagian dari Dewan Ambalan.
Ia merasa tidak enak jika menegur anggota yang menjadi bagian Dewan Ambalan, ia hanya khawatir ketika di tegur malahan di tegur ulang. Ini dirasakan karena ia merasa bahwa, ia tidak pernah di bentak oleh pembina seperti apa dan bagaimana karena ia tidak ikut Pramuka waktu dulu, dan penyesalan itu ia pun ungkapan secara langsung di depan saya yang selaku pembina.
Disitu saya hanya memberikan sedikit omongan.
” Ya harusnya dulu kamu harus ikut, karena semua yang diberikan sekolah sifatnya itu pembelajaran yang intinya ada hal yang bisa di pelajari oleh kamu, dan kamu palah tidak ikut ”
” Tapi ya tidak apa-apa, kamu sudah mau jadi leader osis disini itu lebih baik, kamu bisa belajar lagi dan membuka wawasan lagi, dan sekarang kamu tahu bahwa ilmu itu luas ”
” Dan penyesalan memang selalu datang di akhir, intinya kedepan harus lebih baik, jangan pernah takut selagi kamu bertugas sesuai koridor yang ada, di osis mau siapapun itu kamu itu pemimpinnya ”
Hal ini mengingatkan saya pada satu hal, pentingnya komunikasi yang baik dari seorang pemimpin dengan bawahan dan juga dengan atasan supaya sesuatu bisa terus berjalan dengan baik, karena jika satu hal tidak berjalan secara bersamaan maka akan ada yang tertinggal, akan ada yang diam dan akan ada yang paling di depan.
Sebuah organisasi tujuan utamanya bukan itu, tapi bagaimana semua anggota bisa berjalan dengan tupoksinya masing-masing dan hasil dari itu semua akan menghasilkan kinerja yang luar biasa tanpa ada yang harus merasa tersingkirkan.
Seorang pembina juga memeliki peran penting untuk terus membina, menjaga suatu yang dibina tetap berjalan di jalannya dan tidak ada yang berhenti ataupun mendahului.